Tuesday, May 20, 2014

SEJARAH KERAJAAN TARUMANEGARA



Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

A. RAJA-RAJA DI KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanegara
1. Jayasingawarman 358-382
2. Dharmayawarman 382-395
3. Purnawarman 395-434
4. Wisnuwarman 434-455
5. Indrawarman 455-515
6. Candrawarman 515-535
7. Suryawarman 535-561
8. Kertawarman 561-628
9. Sudhawarman 628-639
10. Hariwangsawarman 639-640
11. Nagajayawarman 640-666
12. Linggawarman 666-669

B. SUMBER-SUMBER SEJARAH
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara lain:
Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

C. PRASASTI-PRASASTI KERAJAAN TARUMANEGARA
1. Prasasti Ciaruteun
Salinan gambar prasasti Ciaruteun dari buku The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor.
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu: Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat

2. Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman.

3. Prasasti Kebonkopi
Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.

4. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

5. Prasasti Pasir awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.

6. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

7. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu di Museum Nasional. Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.

Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah:
Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Februari dan April.
Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
D. KEHIDUPAN KERAJAAN TARUMANEGARA

KEHIDUPAN POLITIK
Berdasarkan tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti diketahui bahwa raja yang pernah memerintah di tarumanegara hanyalah raja purnawarman. Raja purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti tugu yang menyatakan raja purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.

KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan social kerajaan tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.

KEHIDUPAN EKONOMI
Prasasti tugu menyatakan bahwavraja purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di kerajaan tarumanegara denagn dunia luar. Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan tarumanegara sudah berjalan teratur.

KEHIDUPAN BUDAYA
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno



a. Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Pada abad ke-8 di pedalaman Jawa Tengah berdiri Kerajaan Mataram Hindu. Pendirinya adalah Raja Sanjaya. Munculnya Kerajaan Mataram diterangkan dalam Carita Parahyangan. Kisahnya adalah dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Galuh. 
Rajanya bernama Sanna (Sena). Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang menghendaki takhta. Raja Sanna meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara saudara perempuannya, Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya berhasil melarikan diri ke lereng Gunung Merapi. 
Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu. Tepatnya pada tahun 717 M.
b. Bukti-bukti sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Bukti lain mengenai keberadaan Kerajaan Mataram Hindu atau sering juga disebut Mataram Kuno adalah prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya. Prasasti ini berangka tahun Cruti Indria Rasa atau 654 Saka (1 Saka sama dengan 78 Masehi, berarti 654 Saka sama dengan 732 M), hurufnya Pallawa, bahasanya Sanskerta, dan letaknya di Gunung Wukir, sebelah selatan Muntilan. 
Isinya adalah pada tahun tersebut Sanjaya mendirikan lingga di Bukit Stirangga untuk keselamatan rakyatnya dan pemujaan terhadap Syiwa, Brahma, dan Wisnu, di daerah suci Kunjarakunja. Menurut para ahli sejarah, yang dimaksud Bukit Stirangga adalah Gunung Wukir dan yang dimaksud Kunjarakunja adalah Sleman (kunjara = gajah = leman; kunja = hutan). Lingga adalah simbol yang menggambarkan kekuasaan, kekuatan, pemerintahan, lakilaki, dan dewa Syiwa.
c. Pemerintahan wangsa Sanjaya
Raja-raja wangsa Sanjaya, seperti dimuat dalam prasasti Mantyasih (Kedu), sebagai berikut.
1) Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (717 – 746 M) 
Raja ini adalah pendiri Kerajaan Mataram sekaligus pendiri wangsa Sanjaya. Setelah wafat, ia digantikan oleh Rakai Panangkaran.
2) Sri Maharaja Rakai Panangkaran (746 – 784 M)
Dalam prasasti Kalasan (778 M) diceritakan bahwa Rakai Panangkaran (yang dipersamakan dengan Panamkaran Pancapana) mendirikan candi Kalasan untuk memuja Dewi Tara, istri Bodhisatwa Gautama, dan candi Sari untuk dijadikan wihara bagi umat Buddha atas permintaan Raja Wisnu dari dinasti Syailendra. 
Ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan raja ini datanglah dinasti Syailendra dipimpin rajanya, Bhanu (yang kemudian digantikan Wisnu), dan menyerang wangsa Sanjaya hingga melarikan diri ke Dieng, Wonosobo. Selain itu, Raja Panangkaran juga dipaksa mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Adapun penerus wangsa Sanjaya setelah Panangkaran tetap beragama Hindu.
3) Sri Maharaja Rakai Panunggalan (784 – 803 M)
4) Sri Maharaja Rakai Warak (803 – 827 M)
Dua raja ini tidak memiliki peran yang berarti, mungkin karena kurang cakap dalam memerintah sehingga dimanfaatkan oleh dinasti Syailendra untuk berkuasa atas Mataram. Setelah Raja Warak turun takhta sebenarnya sempat digantikan seorang raja wanita, yaitu Dyah Gula (827 – 828 M), namun karena kedudukannya hanya bersifat sementara maka jarang ada sumber sejarah yang mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.

5) Sri Maharaja Rakai Garung (828 – 847 M)
Raja ini beristana di Dieng, Wonosobo. Ia mengeluarkan prasasti Pengging (819 M) di mana nama Garung disamakan dengan Patapan Puplar (mengenai Patapan Puplar diceritakan dalam prasasti Karang Tengah – Gondosuli).
6) Sri Maharaja Rakai Pikatan (847 – 855 M)
Raja Pikatan berusaha keras mengangkat kembali kejayaan wangsa Sanjaya dalam masa pemerintahannya. Ia menggunakan nama Kumbhayoni dan Jatiningrat (Agastya). Beberapa sumber sejarah yang menyebutkan nama Pikatan sebagai berikut.
a) Prasasti Perot, berangka tahun 850 M, menyebutkan bahwa Pikatan adalah raja yang sebelumnya bergelar Patapan.
b) Prasasti Argopuro yang dikeluarkan Kayuwangi pada tahun 864 M.
c) Tulisan pada sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi Plaosan menyebutkan nama Sri Maharaja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. 
Diduga tulisan tersebut merupakan catatan perkawinan antara Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Sri Kahulunan diduga adalah Pramodhawardhani, putri Samaratungga, dari dinasti Syailendra. Mengenai pernikahan mereka dikisahkan kembali dalam prasasti Karang Tengah.
Rakai Pikatan sendiri mengeluarkan tiga prasasti berikut.
1) Prasasti Pereng (862 M), isinya mengenai penghormatan kepada Syiwa dan
penghormatan kepada Kumbhayoni.
2) Prasasti Code D 28, berangka tahun Wulung Gunung Sang Wiku atau 778 Saka (856 M). Isinya adalah
(1) Jatiningrat (Pikatan) menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Lokapala (Kayuwangi dalam prasasti Kedu);
(2) Pikatan mendirikan bangunan Syiwalaya (candi Syiwa), yang dimaksud adalah candi Prambanan;
(3) kisah peperangan antara Walaputra (Balaputradewa) melawan Jatiningrat (Pikatan) di mana Walaputra kalah dan lari ke Ungaran (Ratu Boko).
3) Prasasti Ratu Boko, berisi kisah pendirian tiga lingga sebagai tanda kemenangan.
Ketiga lingga yang dimaksud adalah Krttivasa Lingga (Syiwa sebagai petapa berpakaian kulit harimau), Tryambaka Lingga (Syiwa menghancurkan benteng Tripura yang dibuat raksasa), dan Hara Lingga (Syiwa sebagai dewa tertinggi atau paling berkuasa).
Sebagai raja, Pikatan berusaha menguasai seluruh Jawa Tengah, namun harus menghadapi wangsa Syailendra yang saat itu menjadi penguasa Mataram Buddha. Untuk itu, Pikatan menggunakan taktik menikahi Pramodhawardhani, putri Samaratungga, Raja Mataram dari dinasti Syailendra. Pernikahan ini memicu peperangan dengan Balaputradewa yang merasa berhak atas tahta Mataram sebagai putra Samaratungga. Balaputradewa kalah dan Rakai Pikatan menyatukan kembali kekuasaan Mataram di Jawa Tengah.
7) Sri Maharaja Kayuwangi (855 – 885 M)
Nama lain Sri Maharaja Kayuwangi adalah Lokapala. Ia mengeluarkan, antara lain, tiga prasasti berikut.
a) Prasasti Ngabean (879 M), ditemukan dekat Magelang. Prasasti ini terbuat dari tembaga.
b) Prasasti Surabaya, menyebutkan gelar Sajanotsawattungga untuk Kayuwangi.
c) Prasasti Argopuro (863 M), menyebutkan Rakai Pikatan pu Manuku berdampingan dengan nama Kayuwangi.
Dalam pemerintahannya, Kayuwangi dibantu oleh dewan penasihat merangkap staf pelaksana yang terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai seorang mahapatih.
8) Sri Maharaja Watuhumalang (894 – 898 M)
Masa pemerintahan Kayuwangi dan penerus-penerusnya sampai masa pemerintahan Dyah Balitung dipenuhi peperangan perebutan kekuasaan. Itu sebabnya, setelah Kayuwangi turun takhta, penggantinya tidak ada yang bertahan lama. 
Di antara raja-raja yang memerintah antara masa Kayuwangi dan Dyah Balitung yang tercatat dalam prasasti Kedu adalah Sri Maharaja Watuhumalang. Raja-raja sebelumnya, yaitu Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885 – 887 M), dan Rakai Gurunwangi (887 M) tidak tercatat dalam prasasti tersebut mungkin karena masa pemerintahannya terlalu singkat atau karena Balitung sendiri tidak mau mengakui kekuasaan mereka.
9) Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung (898 – 913 M)
Raja ini dikenal sebagai raja Mataram yang terbesar. Ialah yang berhasil mempersatukan kembali Mataram dan memperluas kekuasaan dari Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur. Dyah Balitung menggunakan beberapa nama:
a) Balitung Uttunggadewa (tercantum dalam prasasti Penampihan),
b) Rakai Watukura Dyah Balitung (tercantum dalam kitab Negarakertagama),
c) Dharmodaya Mahacambhu (tercantum dalam prasasti Kedu), dan
d) Rakai Galuh atau Rakai Halu (tercantum dalam prasasti Surabaya).
Prasasti-prasasti yang penting dari Balitung sebagai berikut.
a) Prasasti Penampihan di Kediri (898 M).
b) Prasasti Wonogiri (903 M).
c) Prasasti Mantyasih di Kedu (907 M).
d) Prasasti Djedung di Surabaya (910 M).
Sebenarnya, Balitung bukan pewaris takhta Kerajaan Mataram. Ia dapat naik takhta karena kegagahberaniannya dan karena perkawinannya dengan putri Raja Mataram. Selama masa pemerintahannya, Balitung sangat memerhatikan kesejahteraan rakyat, terutama dalam hal mata pencaharian, yaitu bercocok tanam, sehingga rakyat sangat menghormatinya.
Tiga jabatan penting yang berlaku pada masa pemerintahan Balitung adalah Rakryan i Hino (pejabat tertinggi di bawah raja), Rakryan i Halu, dan Rakryan i Sirikan. Ketiga jabatan itu merupakan tritunggal dan terus dipakai hingga zaman Kerajaan Majapahit.
Balitung digantikan oleh Sri Maharaja Daksa dan diteruskan oleh Sri Maharaja Tulodhong dan Sri Maharaja Wana. Namun, ketiga raja ini sangat lemah sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Sanjaya.
d. Pemerintahan dinasti Syailendra
Ketika Mataram diperintah oleh Panangkaran (wangsa Sanjaya), datanglah dinasti Syailendra ke Jawa. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul dinasti Syailendra ini. Dr. Majumdar, Nilakanta Sastri, dan Ir. Moens berpendapat bahwa dinasti Syailendra berasal dari India. Adapun Coedes berpendapat bahwa dinasti Syailendra berasal dari Funan.
Dinasti ini lalu berhasil mendesak wangsa Sanjaya menyingkir ke Pegunungan Dieng, Wonosobo, di wilayah Jawa Tengah bagian utara. Di sanalah wangsa Sanjaya kemudian memerintah. Sementara itu, dinasti Syailendra mendirikan Kerajaan Syailendra (Mataram Buddha) di wilayah sekitar Yogyakarta dan menguasai Jawa Tengah bagian selatan.
Sumber-sumber sejarah mengenai keberadaan dinasti Syailendra sebagai berikut.
1) Prasasti Kalasan (778 M)
2) Prasasti Kelurak (782 M)
3) Prasasti Ratu Boko (856 M)
4) Prasasti Nalanda (860 M)
Raja-raja dinasti Syailendra sebagai berikut.
1) Bhanu (752 – 775 M)
Bhanu berarti matahari. Ia adalah raja Syailendra yang pertama. Namanya disebutkan dalam prasasti yang ditemukan di Plumpungan (752 M), dekat Salatiga.
2) Wisnu (775 – 782 M)
Nama Wisnu disebutkan dalam beberapa prasasti.
a) Prasasti Ligor B menyebutkan nama Wisnu yang dipersamakan dengan matahari, bulan, dan dewa Kama. Disebutkan pula gelar yang diberikan kepada Wisnu, yaitu Syailendravamsaprabhunigadata Sri Maharaja, artinya pembunuh musuh yang gagah berani.
b) Prasasti Kalasan (778M) menyebutkan desakan dinasti Syailendra terhadap Panangkaran.
c) Prasasti Ratu Boko (778 M) menyebutkan nama Raja Dharmatunggasraya.
3) Indra (782 – 812 M)
Raja Indra mengeluarkan prasasti Kelurak (782 M) yang menyebutkan pendirian patung Boddhisatwa Manjusri, yang mencakup Triratna (candi Lumbung), Vajradhatu (candi Sewu), dan Trimurti (candi Roro Jongrang). Setelah wafat, Raja Indra dimakamkan di candi Pawon. Nama lain candi ini adalah candi Brajanala atau Wrajanala. Wrajanala artinya petir yang menjadi senjata dewa Indra.
4) Samaratungga (812 – 832 M)
Raja ini adalah raja terakhir keturunan Syailendra yang memerintah di Mataram. Ia mengeluarkan prasasti Karang Tengah yang berangka tahun Rasa Segara Krtidhasa atau 746 Saka (824 M). Dalam prasasti tersebut disebutkan nama Samaratungga dan putrinya, Pramodhawardhani. Disebutkan pula mengenai pendirian bangunan Jimalaya (candi Prambanan) oleh Pramodhawardhani.
Nama Samaratungga juga disebutkan dalam prasasti Nalanda (860 M) yang menceritakan pendirian biara di Nalanda pada masa pemerintahan Raja Dewapaladewa (Kerajaan Pala, India). Pada masa pemerintahannya, Samaratungga membangun candi Borobudur yang merupakan candi besar agama Buddha. Samaratungga kemudian digantikan oleh Rakai Pikatan, suami Pramodhawardhani yang berasal dari wangsa Sanjaya. Kembalilah kekuasaan wangsa Sanjaya atas Mataram Kuno sepenuhnya.
e. Kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno merupakan negara agraris yang bersifat tertutup. Akibatnya, kerajaan ini sulit berkembang secara ekonomi, terutama karena segi perdagangan dan pelayaran sangat kering. Kejayaan baru diperoleh pada masa pemerintahan Balitung. Ia membangun pusat perdagangan seperti disebutkan dalam prasasti Purworejo (900 M). Dalam prasasti Wonogiri (903 M) diterangkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri Sungai Bengawan Solo dibebaskan dari pajak dengan syarat penduduk desa tersebut harus menjamin kelancaran hubungan lalu lintas melalui sungai.
f. Kehidupan kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
Ketika wangsa Sanjaya menyingkir ke Pegunungan Dieng sejak masa Panangkaran hingga Rakai Pikatan, banyak didirikan candi yang kini dikenal sebagai kompleks candi Dieng. Kompleks candi ini, antara lain, terdiri atas candi Bimo, Puntadewa, Arjuna, dan Nakula. Adapun di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi Prambanan (Roro Jonggrang), Sambi Sari, Ratu Boko, dan Gedung Songo (Ungaran) sebagai hasil budaya Mataram Kuno.

Saturday, May 17, 2014

kerajaan kutai






Kerajaan Kutai (Kutai Martadipura) adalah kerajaan bercorak hindu yang terletak di muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai berdiri sekitar abad ke-4. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat penemuan prasasti, yaitu daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap prasasti yang ditemukan tidak ada yang menyebutkan nama dari kerajaan tersebut. Wilayah Kerajaan Kutai mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu hampir menguasai seluruh wilayah Kalimantan Timur. Bahkan pada masa kejayaannya Kerajaan Kutai hampir manguasai sebagian wilayah Kalimantan.

a. Sumber Sejarah
         Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana.

b. Kehidupan Politik
     Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. 
Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:
 
- Raja Kudungga
     Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.

- Raja Aswawarman
     Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.

-Raja Mulawarman
      Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.

c. Runtuhnya Kerajaan Kutai
          Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.

Wednesday, May 14, 2014

kerajaan samudra pasai

KERAJAAN SAMUDERA PASAI 
a. Letak Kerajaan
Kerajaan Samudera Pasai adalah Kerajaan pertama di Indonesia yang menganut agama Islam. Secara geografis, Kerajaan Samudera Pasai terletak di Sumatera bagian utara yang berdekatan dengan jalur pelayaran dan perdagangan internasional, yaitu Selat Malaka.
Kerajaan Samudera Pasai dijadikan bandar transito (penghubung) antara para pedagang Islam dari berbagai Negara. Kerajaan Samudera Pasai sebagai penghasil lada terbesar.
b. Raja-Raja yang Memerintah 
1. Nazimuddin al Kamil
   Merupakan pendiri Kerajaan Samudera Pasai, ia seorang Laksamana laut dari Mesir,
 Pada tahun 1238 M, ia mendapat tugas merebut Pelabuhan Kambayat di Gujarat yang dijadikan tempat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur,
Nazimun al Kamil mendirikan Samudera Pasai dengan tujuan untuk dapat menguasai perdagangan rempah-rempah dan lada,
Pada masa pemerintahannya, secara politis Kerajaan Samudera berada di bawah kekuasaan Majapahit.
2. Sultan Malikul Saleh (1258-1297 M)  Semula menganut alirah Syi’ah kemudian berbalik menganut aliran Syafei,
Perkawinan Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari dapat memperkuat kedudukannya di daerah pantai timur Aceh, sehingga Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka.
3. Sultan Malikul Thahir (1297-1326 M)  Merupakan putra Sultan Malikul Saleh,
Pada masa pemerintahannya terjadi peristiwa penting, yaitu saat putra Sultan Malikul Saleh yang bernama Abdullah memisahkan diri ke daerah Aru (Barumun) dan bergelar Sultan Malikul Mansur (ia kembali kepada aliran Syi’ah).
c. Kehidupan Sosial Kehidupan sosial masyarakat Samudera Pasai sudah diatur menurut aturan-aturan dan hukum-hukum Islam,
Kehidupan sosial  masyarakat Samudera Pasai banyak memiliki persamaan dengan daerah-daerah Arab, sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.